
Mimbarmaritim.com (Jakarta)
Adanya wacana penggabungan (merger) PT Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Persero)/ PT ASDP dan PT Pelayaran Indonesia (Persero)/ PT Pelni ke PT Pelabuhan Indonesia Persero (Persero)/PT Pelindo yang pernah dilontarkan Menteri BUMN Erick Thohir dan telah disetujui Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi merupakan kebijakan yang sesat pikir.
Hal itu diutarakan Direktur The National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi, kepada Mimbar Maritim saat bincang-bincang di Jakarta, Senin malam, (3/2/2025).
“Menteri BUMN Erick Thohir sepertinya tak berpikir panjang dengan gagasan penggabungan (merger) tadi. Ini merupakan kebijakan yang sesat dan juga keblinger,” kata Siswanto.
Menurut dia, merger Pelindo saat ini dinilai banyak pihak berhasil dan sejauh ini ada sejumlah pencapaian yang patut diapresiasi.
“Namun bukan berarti tidak ada masalah atau tantangan yang mencuat dan belum dapat diatasi oleh top management sampai saat ini,” jelasnya.
Sambung Siswanto, dengan akan bergabungnya Pelni dan ASDP ke dalam jajaran Pelindo, tentunya masalah kedepannya tentu akan semakin besar.
Ia menjelaskan bahwa tantangan pertama dari integrasi asimetris ini pada sisi bisnis yang cukup berbeda jauh. Dua entitas pertama adalah perusahaan pelayaran sedangkan entitas kedua merupakan operator pelabuhan.
“Direksi Pelindo jelas akan menghadapi kendala pengelolaan nantinya karena tidak memiliki pemahaman yang cukup dalam di bidang pelayaran,” bebernya.
Kondisinya tidak akan lebih baik seandainya “penghuni” baru grup Pelindo itu nantinya dijadikan anak usaha yang membidangi bisnis perusahaan. “Masalahnya terletak pada ketidakcocokan genetis kedua bidang usaha, bagai air dan minyak,” ungkapnya.
Siswanto mencontohkan perusahaan pelayaran yang di Malaysia, yaitu Malaysia Internasional Shipping Corporation (MISC), yang berada di bawah bendera perusahaan minyak dan gas nasional Malaysia (Petronas) boleh dibilang “hidup segan mati tak mau”.
Grup Pelindo memang memiliki cucu usaha dalam usaha pelayaran, dalam hal ini PT Jasa Armada Indonesia Tbk (PT.JAI), tetapi status ini tidak dengan sendirinya menjadikan Pelindo dapat mengelola bisnis pelayaran.
Soalnya, lanjut Siswanto, bahwa PT JAI hanyalah perusahaan pelayaran yang bergerak dalam jasa towing di seputaran pelabuhan, sementara Pelni dan ASDP merupakan jasa pelayaran pemain perairan jauh alias lintas wilayah.
Tantangan berikutnya menurut Siswanto ialah masa depan bisnis yang tidak prospektif. “Baik Pelni dan ASDP sesungguhnya perusahaan yang kinerjanya biasa-biasa saja. Malah relatif berdarah-berdarah. Segmen usaha yang digeluti tergolong bidang yang tidak menjanjikan,” ungkapnya.
“Kalau ini sudah keputusan Menteri, ya semoga penggabungan (merger) ini berjalan baik lah dan kita liat kedepannya,” pungkas Siswanto. (Red-MM).