
Mimbar Maritim – Jakarta
Kepala Badan Bea Cukai Lebanon telah ditangkap sehubungan dengan ledakan amonium nitrat mematikan di Pelabuhan Beirut awal bulan ini, 4 Agustus 2020. Badri Daher, Direktur Jenderal Administrasi Bea Cukai Lebanon, diperiksa oleh otoritas kehakiman dan ditahan setelah diinterogasi.
Ledakan besar pada 4 Agustus 2020 yang lalu cukup dasyat menghancurkan pusat pelabuhan dan tepi laut di sekitarnya, menyebabkan kerusakan struktural pada bangunan hingga satu mil jauhnya. Bahkan warga setempat mencapai 6.000 orang terluka, 180 korban jiwa telah tercatat hingga saat ini dan sebanyak 30 orang lagi masih hilang.
Konon ceritanya, berawal dari kapal barang Rhosus yang membawa kargo 2.750 ton amonium nitrat tingkat bahan peledak di Pelabuhan Beirut pada tahun 2013, yang ditarik ke pelabuhan untuk diperbaiki. Pada tahun 2014, pelabuhan memindahkan kargo 2.750 ton amonium nitrat ke Gudang di dermaga silo untuk diamankan, karena pemilik kapal tua tersebut telah membiarkan dan meninggalkan kapalnya.
Sebanyak 2.750 ton amonium nitrat tersimpan digudang bertahun -tahun. Sampai pada tanggal 4 Agustus 2020, terjadilah ledakan yang luar biasa dan menimbulkan kerusakan yang cukup parah.

Belajar dari Pelabuhan Beirut Lebanon, dua tahun lalu tepatnya dari tanggal 25 sampai dengan 28 September 2018 Kementerian Perhubungan RI Cq Ditjen Perhubungan Laut pernah mengadakan kegiatan Bimbingan Teknis Tata Cara Pengawasan dan Penanganan Muatan Barang Berbahaya dilaksanakan selama 4 (empat) hari di Hotel De’Paviljoen, Bandung dengan para peserta berasal dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut.
Kegiatan bimbingan teknis ini sebagai tindak lanjut dari Telegram Ditjen Perhubungan Laut No.20/II/DN-18 tanggal 27 Februari 2018 perihal Peningkatan Pengawasan Terhadap Kegiatan Bongkar Muat Barang Berbahaya di Kapal.
Sesuai dengan ketentuan IMO (International Maritime Organization) bahwa updating pedoman-pedoman penanganan barang berbahaya yang sudah ada dengan ketentuan-ketentuan baru yang dipersyaratkan dalam IMDG-Code yang dikeluarkan dan diperbaharui setiap 2 tahun sekali.
Tahun ini pas genap dua tahun untuk memperbaharui pedoman penanganan barang berbahaya dengan ketentuan-ketentuan baru yang dipersyaratkan dalam IMDG-Code dan IMO (International Maritime Organization). Dengan momentum yang tepat pasca ledakan dasyat amonium nitrat di Pelabuhan Beirut Lebanon baru-baru ini. Yang mana mengisyaratkan kepada kita semua akan pentingnya arti keselamatan dalam penanganan barang berbahaya.

Bimbingan teknis Tata Cara Pengawasan dan Penanganan Muatan Barang Berbahaya sekaligus dalam rangka meningkatkan kompetensi dan pemahaman terhadap penanganan barang berbahaya, sebagaimana tercantum dalam IMDG (International Maritime Dangerous Good) Code.
Dimana ketentuan-ketentuan yang dipersyaratkan IMDG Code untuk lebih menjamin keselamatan pelayaran. Tercakup didalamnya penanganan barang -barang yang termasuk barang berbahaya sesuai IMDG Code antara lain packaging, marking, labelling dan stowage.
Pemahaman terkait aturan kegiatan penanganan barang berbahaya ini harus dimengerti dan dipahami, bukan hanya oleh petugas KPLP. Namun juga seluruh stakeholder/pengguna jasa guna mewujudkan keselamatan pelayaran yang merupakan salah satu parameter dari terwujudnya cita-cita Indonesia untuk menjadi Poros Maritim Dunia.
Para petugas yang profesional harus paham akan sifat atau karakteristik setiap produk/muatan yang termasuk kategori dangerous seperti bahan peledak, gas, racun, radio aktif dan lain lain. Karena kesalahan dalam penanganan muatan berbahaya akan berakibat fatal bagi personil kapal dan lingkungan sekitarnya.
Syahbandar atau petugas KPLP harus melakukan pengawasan dan penanganan barang berbahaya sebagai salah satu tugas yang diemban oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Penanganan barang berbahaya juga termasuk proses bongkar muat dari dan ke kapal yang juga harus menjadi perhatian dari Syahbandar atau petugas KPLP di lapangan, agar keselamatan dan keamanan pelayaran dapat terwujud.

Syahbandar harus meningkatkan kompetensi dan pemahaman terhadap penanganan barang berbahaya sebagaimana tercantum dalam IMDG Code. Selain itu, para Syahbandar juga wajib memberikan sosialisasi terhadap perusahaan bongkar muat Barang Berbahaya secara berkala.
Kemudian tahun 2019 Direktorat KPLP Ditjen Hubla bekerjasama dengan Australian Maritime Security Authority Training (AMSAT) menggelar acara Bimtek Tata Cara Pengawasan dan Penanganan Muatan Barang Berbahaya di Hotel Aston Tropicana Bandung selama lima hari tepatnya dari tanggal 18-22 Maret 2019.
Dengan Bimbingan Teknis (Bimtek ) ini diharapkan dapat menghasilkan masukan – masukan untuk dapat dituangkan dalam NSPK. Karena ditengarai masih banyak barang berbahaya yang belum diinventarisir ke dalam daftar barang berbahaya. Sehingga ada potensi tidak optimalnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Tujuan yang lain diselenggarakan Bimtek tersebut adalah agar barang berbahaya yang belum diinventarisir ke dalam daftar barang berbahaya dapat dituangkan kedalam Peraturan Menteri tentang Penanganan Muatan Barang Berbahaya dengan target tahun 2020 ini dapat diselesaikan. Sehingga Indonesia memiliki payung hukum yang jelas sesuai dengan ketentuan International Maritime Dangerous Goods (IMDG) Code.
Untuk tahun 2020 ini, kita menunggu kegiatan Bimtek Tata Cara Pengawasan dan Penanganan Muatan Barang Berbahaya kembali digelar oleh Ditjen Hubla. Sekaligus menunggu diterbitkan Peraturan Menteri tentang Penanganan Muatan Barang Berbahaya dari Departemen Perhubungan RI. (Editor – Ody).
Penulis : Harijanto Direktur Eksekutif Himpunan Masyarakat Peduli Maritim